Di Alam
demokrasi dan keterbukaan saat ini, demonstrasi bukanlah fenomena yang asing lagi
terjadi. Demonstrasi menjadi pemandangan mata yang biasa dan berita yang sering
didengar telinga. Saat kita mendengar istilah demonstrasi, secara sadar atau
tidak, frame negatif sering tergambar dalam benak kita. Hal ini dikarenakan
dalam aksi demonstrasi kerap kali terjadi hal-hal anarkis yang pada dasarnya sangat
tidak diinginkan.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997), demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan
secara massal, baik protes itu ditujukan kepada seseorang maupun kelompok atau
pemerintahan. Sedangkan kata demonstrasi dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan
muzhaharat dan masirah. Dua kata tersebut hampir mirip, tetapi
dalam pandangan Islam memiliki muatan hukum yang tidak sama. Jika yang pertama
sering mendekati pada hukum haram, tetapi yang kedua seakan sangat jelas
dibolehkan. Keduanya dibedakan dari tindakan-tindakan para demonstran ketika
menyampaikan suara dan juga bentuk tuntutan atau protes itu sendiri.
Demonstrasi banyak
dimotori oleh berbagai kalangan, tak terkecuali mahasiswa. Aktivitas yang cukup
populer dikalangan mahasiswa dalam merespon beberapa permasalahan yang terjadi,
salah satunya dengan aksi demonstrasi. Mahasiswa
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terkait dengan statusnya. Mahasiswa harus
bisa berkontribusi dalam masyarakat dan senantiasa bersikap tegas dan strategis
dalam setiap langkahnya. Sebagai mahasiswa harus menyadari bahwa ada banyak hal di negara ini yang perlu diluruskan dan diperbaiki. Kepedulian terhadap negara dan komitmen
terhadap nasib bangsa di masa depan harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke
dalam hal-hal yang positif. Tidak bisa dipungkiri, mahasiswa dianggap sebagai social control. Karena itu, kepedulian dan nasionalisme
terhadap bangsa tidak hanya ditunjukkan dengan keseriusan menimba ilmu
di bangku kuliah, tapi juga
partisipasinya dalam meluruskan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi dimasyarakat.
Pada umumnya,
demonstrasi terjadi karena adanya ketidaksesuaian dalam penetapan kebijakan
antara pemerintah dengan masyarakat. Demonstrasi sering terjadi diberbagai
daerah, begitu juga di Aceh. Seperti yang kita lihat pada pekan lalu, kasus penolakan
terhadap kenaikan harga BBM yang merebak di berbagai daerah di tanah air.
Sebagian besar aksi itu dipelopori oleh mahasiswa. Banyak mahasiswa Aceh yang
juga ikut terlibat didalamnya. Hanya saja sangat disayangkan aksi demonstrasi
tersebut kerap kali diiringi dengan luapan emosi dan kemarahan
yang tak terkontrol, mengganggu aktivitas
lalu lintas, membakar ban bekas dan aksi-aksi lain yang cenderung anarkis. Aksi
anarkisme itu bukan hanya milik ormas seperti yang sering dikesankan kepada
ormas tertentu, tetapi kaum intelektual seperti mahasiswa pun bisa melakukan
hal yang serupa.
Sebagai
daerah yang sedang mencoba menerapkan syari’at Islam secara kaffah, rakyat
Aceh, khususnya bagi mahasiswa Aceh, harus mampu menunjukkan karakteristik yang
sesuai dengan syari’at Islam. Dalam melakukan aksi demonstrasi tentu harus
mengetahui bagaimana menerapkan nilai-nilai syariat yang berlaku dan menjadikan halal-haram sebagai tolak
ukur dalam pengambilan keputusan. Jika kita telusuri sejarah kepemimpinan
Rasulullah saw, kita belum pernah membaca kejadian demonstrasi yang menuntut
Rasulullah atas hak atau kebijakannya karena beliau memang seorang Rasul dan
pemimpin yang telinganya sepenuhnya diberikan untuk mendengarkan umatnya yang
terpimpin. Sungguh beliau dalam hal ini adalah contoh bagi para pemimpin. Beliau
juga tidak pernah menjadikan dan menggunakan demonstrasi sebagai metode untuk
mengubah masyarakat jahiliah di kota Makkah menjadi masyarakat Islam. Memang, beliau
pernah melakukan aktivitas masirah satu kali di kota Makkah. Pada saat
itu, beliau memerintahkan kaum Muslim keluar dan berjalan membentuk dua shaf
barisan. Satu dipimpin oleh ‘Umar ibn al-Khatab dan lainnya dipimpin oleh
Hamzah ibn ‘Abdul Muthalib r.a. Dengan diiringi suara takbir, kaum muslimin
berjalan mengelilingi Ka’bah. Yang dilakukan Rasulullah saw adalah mengambil
salah satu cara yang tidak pernah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat
lain sebelumnya yang ditujukan dalam rangka mengekspose dakwah Islam.
Sementara
itu, pada saat sekarang ini demonstrasi sudah dianggap sebagai metode yang ‘tepat’
untuk dilaksanakan, karena apabila suatu negara telah mempraktekkan hukum
demokrasi maka logisnya dia harus menerima dan bersiap-siap untuk
didemonstrasi. Selain itu, sering terjadi beberapa kesalahan dalam melakukan
demonstrasi, antara lain melakukan aksi kekerasan dengan merusak fasilitas umum,
membakar ban bekas, meluapkan emosi dengan suara keras dan kata-kata kotor,
membuat kemacetan dijalan raya bahkan sering terjadi penyiksaan terhadap diri
sendiri, seperti aksi mogok makan sehingga beberapa orang dari mereka harus
dilarikan ke rumah sakit. Tindakan seperti itu tentu dilarang dalam Islam,
apalagi jika sampai membahayakan nyawa sendiri dan orang lain.
Di
samping itu, dalam Islam tidak mengenal prinsip dan kaidah ‘menghalalkan segala
cara’, sebagaimana yang dianut oleh masyarakat Sosialis, Komunis, dan Kapitalis.
Tindak-tanduk seorang muslim, mahasiswa muslim, dan penguasa muslim wajib
terikat dengan syari’at Islam, termasuk dalam mengungkapkan aspirasi atau
pendapat dengan berdemontrasi maupun dalam melakukan proses perubahan di
tengah-tengah masyarakat. Syari’at Islam sangat menekankan nilai-nilai
kemaslahatan bersama. Tidak pantas sekiranya, bagi mahasiswa yang dipandang
sebagai kaum intelektual dan penerus di masa depan, sementara dalam
mengungkapkan aspirasi atau pendapat melakukan aksi dengan menghalalkan segala
cara, mencampakkan tolok ukur halal-haram, dan membuang tuntunan syariat Islam.
Secara singkat, Islam
membolehkan demonstrasi sepanjang tidak keluar dari koridor Al-Qur’an dan
Hadis. Jika kita perhatikan dalam surat An-Nahl ayat 125 disebutkan: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl [16]:
125).
Dari ayat tersebut,
jelas cara menyeru kepada jalan Tuhan (kebenaran) adalah dengan cara yang baik
dan hikmah atau bijaksana. Begitu pula jika ingin membantah suatu kebijakan,
maka tetap harus dilakukan dengan cara yang baik. Islam juga menyuruh agar para pemegang kebijakan dalam pemerintahan
memenuhi hak dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, sejumlah hadis memberikan
ancaman bagi pemimpin yang mangkir menjalankan kewajiban mereka kepada rakyat.
Oleh
karena itu, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh setiap mahasiswa harus mematuhi
rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam syariat. Aksi demonstrasi itu diperbolehkan
jika tuntutan tersebut bukan untuk melegalkan perkara yang diharamkan. Disamping itu, demonstrasi harus menggunakan
slogan dan kata-kata yang diperbolehkan syariat dan harus terhindar dari
anarkisme, penjarahan, atau perkara mudharat lainnya. Apabila syarat-syarat
tersebut tak terpenuhi, hukum berdemonstrasi dilarang karena mudharat yang akan
ditimbulkan jauh lebih besar.
Proses
penyampaian pendapat mahasiswa kepada pemerintah sebenarnya memiliki beberapa
tahapan. Pertama, melakukan kajian terlebih dahulu. Setelah itu, berjuang
melalui diplomasi, baik dengan mengajukan nota, memorandum atau surat yang langsung ditujukan ke instansi terkait.
Disamping itu, demonstrasi dengan cara pencegahan juga bisa dilakukan, seperti
dalam kasus korupsi, sebagai mahasiswa tentu wajib memberi ilmu dan pengetahuan
tentang perilaku tercela korupsi, prakteknya bisa mensosialisasikan dampak dan
bahaya dari korupsi tersebut. Jika proses tersebut tidak didengar dan direspon,
maka dilakukan demonstrasi damai. Namun, jika masih tidak dipedulikan, maka aksi
“berdemonstrasi” merupakan cara terakhir yang bisa ditempuh.
Hal yang perlu ditekankan untuk mencapai tujuan demonstrasi tersebut
adalah supaya instansi yang di demo “tergerak” secara lahir dan batin. Kita
ketahui bahwa batin manusia tergerak jika dilakukan secara halus dan
elegan. Meminta uang sepuluh ribu rupiah secara baik-baik akan lebih
efektif daripada meminta uang seribu rupiah dengan ancaman. Bagitulah
seharusnya sikap kita sebagai mahasiswa Aceh yang mampu mengindahkan nilai-nilai
syariat dalam setiap aksi yang dilakukan.
Dengan demikian, demonstrasi bisa dilakukan terlebih dahulu dengan
cara-cara yang lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai syari’at, tidak mesti secara
langsung menggelar aksi dijalanan, membawa spanduk, membakar ban bekas, atau bahkan
ada yang hanya ikut-ikutan saja ketika menggelar aksi tersebut tanpa mengetahui
sebab–sebab yang melatarbelakanginya. Hal ini tentu
perlu pertimbangan yang logis supaya terhindar dari berbagai masalah baru yang
mungkin ditimbulkan serta terhindar dari adanya fitnah. Alangkah bagusnya
ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tatkala mengatakan, “Apabila terjadi suatu
fitnah maka orang pandai pun tidak sanggup untuk membendung orang bodoh.
Demikianlah keadaan fitnah sepanjang zaman, apabila terjadi, maka tidak ada
yang selamat darinya kecuali orang yang diselamatkan oleh Allah semata.” Oleh
karena itu, kita sebagai mahasiswa Aceh harus pandai-pandai menyikapi persoalan
tersebut sesuai dengan tuntunan syariat, bukan menyikapinya dengan emosional
dan tindakan gegabah yang pada akhirnya malah meruncingkan masalah.
Berdasarkan penjelasan
di atas, maka selain demonstrasi dengan cara yang baik dan syar’i, penulis juga
menyuguhkan sebuah cara yang berasaskan pada rasa saling menghormati yaitu
dengan cara membuat tulisan-tulisan menyangkut segala aspirasi yang ingin
disampaikan, yang pastinya sangat bermanfaat bagi pembacanya. Sebagai mahasiswa
Aceh yang memiliki intelekualitas tinggi, dapat menghadirkan suatu karya dalam
bentuk tulisan sebagai wadah penyaluran aspirasi atau pendapat. Kita bebas
berkreasi lewat tulisan dan dunia akan membaca tulisan-tulisan tersebut. Melalui
sikap yang kritis, kita
bisa mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya. Berdakwah dalam membela kepentingan
umat tidak selalu ditunjukkan dengan aksi dan tindakan, tetapi juga bisa melalui
tulisan. Semoga kita menjadi demonstran yang bijak, tunjukkan bahwa kita memiliki kesungguhan
dalam membela masyarakat, melindungi hak-hak mereka dengan melakukan cara yang
benar dan sesuai dengan nilai-nilai syariat.
(tulisan ini telah diikutsertakan dalam perlombaan penulisan opini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar